Kamis, 17 Maret 2016

biarlah jenggot mu tumbuh

Segala puji bagi Allah saja, shalawat dan salam tetap tercurah pada Nabi Muhammad
yang tidak ada Nabi lagi setelahnya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahih keduanya dan juga selain mereka :

عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : خَالِفُوا الْمُشْرِكِيْنَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا
الشَّوَارِبَ. ﴿ البخاري 

Dari Nafi’ dan Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma berkata : Telah bersabda Rasulullah bersabda :
“Bedakanlah kalian dengan orang-orang musyrik, yaitu banyakkanlah jenggotmu dan
pangkaslah kumismu.

وَلَهُمَا عَنْهُ أَيْضًا : أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوْا اللِّحَى. وَفِيْ رِوَايَةٍ : انْهَكُوا الشَّوَارِبَ
وَأَعْفُوا اللِّحَى.

Diriwayatkan juga oleh keduanya dari Abdullah bin Umar radliyallahu 'anhuma :
“Pangkaslah kumis kalian dan biarkan jenggot kalian tumbuh.” Dalam suatu riwayat lain :
“Cukurlah kumis kalian dan biarkan tumbuh jenggot kalian.”

adalah nama rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu.
Berkata Ibnu Hajar :
وفروا  dengan tasydid di fak-nya :  وَفِّرُوْا
Berasal dari ﴾ التّوْفِيْرُ ﴿ : Yaitu membiarkan, maksudnya biarkanlah banyak.
Dan ﴾ إِعْفَاءُ اللِّحَى ﴿ : Yaitu biarkanlah sebagaimana adanya.
Adapun perintah untuk menyelisihi orang-orang musyrik sebagaimana dijelaskan oleh hadits
dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu :
“Sesungguhnya orang musyrik itu, mereka membiarkan kumis mereka tumbuh dan
mencukur jenggot mereka. Maka bedakanlah dengan mereka yaitu biarkanlah jenggot
kalian tumbuh dan cukurlah kumis kalian.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad
yang hasan)
Dari Abu Hurairah juga diriwayatkan oleh Muslim :
Rasulullah  bersabda : “Bedakanlah kalian dengan orang-orang Majusi, karena
sesungguhnya mereka (orang-orang Majusi) memendekkan jenggot dan memanjangkan
kumisnya.”
Ibnu Hibban meriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu, dia berkata :
Rasulullah  telah menyebutkan tentang orang-orang Majusi. Beliau bersabda :
“Sesungguhnya mereka memanjangkan kumis dan mencukur jenggot maka bedakanlah
kalian dengan mereka.” Lalu beliau (Rasulullah ) menampakkan pemotongan kumisnya
kepadaku (Ibnu Umar).
Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah  : “Termasuk
fitrah Islam, memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh. Sesungguhnya orang-orang
Majusi membiarkan kumisnya dan mencukur jenggotnya. Maka bedakanlah dengan
mereka, yaitu pangkaslah kumis kalian dan biarkanlah tumbuh jenggot kalian.”
Di dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma dari Nabi sesungguhnya
beliau bersabda :

أُمِرْنَا بِإِحْفَاءِ الشّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.
“Kami diperintah untuk memangkas kumis dan membiarkan tumbuh jenggot.”
Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, bersabda Rasulullah
:
جَزُّوْا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى.
“Potonglah kumis kalian dan panjangkanlah/biarkanlah jenggot kalian.”
Makna ﴾ جَزُّوْا ﴿ dan ﴾ قَصُّوْا ﴿ adalah potonglah.
Dan makna ﴾ أَرْخُوا ﴿ dan ﴾ طَيّلُوْا ﴿ adalah panjangkanlah atau diartikan juga,
biarkanlah.
Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan lafadh ﴾ قَصُّوْا = pangkaslah ﴿, maka :
Tidak meniadakan ﴾ اْلإِحْفَاءُ = mencukur ﴿.
Karena sesungguhnya riwayat ﴾ اْلإِحْفَاءُ ﴿ ada di dalam Bukhari-Muslim dan sama
maksudnya.
Dalam suatu riwayat :
أَوْفُوْا اللِّحَى
“Biarkanlah/banyakkanlah jenggot kalian.”
Maksudnya : “Biarkanlah jenggot kalian penuh.”

Hukum Memotong, Mencabut, Atau Mencukur Jengot

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Diharamkan mencukur jenggot.”
Berkata Al Qurthubi rahimahullah : “Tidak boleh memotong, mencabut, dan mencukurnya.”
Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan bahwa menurut ijma’, menggunting kumis dan
membiarkan jenggot tumbuh adalah fardlu dengan dalil hadits Ibnu Umar radliyallahu 'anhu
:
“Bedakanlah kalian dengan orang-orang musyrik, cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot
kalian tumbuh.”
Dan dengan hadits Zaid bin Arqam secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah ) :
“Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya maka bukan termasuk golongan kami.”
(Dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dengan dalil yang lain, Tirmidzi berkata di dalam Al Furu’ : “Bentuk kalimat ini menurut
shahabat kami (yang sepakat dengan Tirmidzi) menunjukkan keharaman.” Dan berkata
pula dalam Al Iqna’ : “Haram mencukur jenggot.”
Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma, Nabi b bersabda :
“Barangsiapa membikin seperti rambut maka tidak ada baginya di sisi Allah bagian.”
Berkata Zamakhsyari : “Maknanya membikin rambut seperti yang asli (rambut palsu),
yaitu dengan mencabutnya atau mencukurnya dari kedua pipi atau merubahnya dengan
menghitamkan.”
Berkata pula Zamakhsyari dalam An Nihayah :
مَثّلَ بِالشّعْرِ ﴾“ ﴿ : Yaitu mencukurnya dari kedua pipi dan dikatakan mencabutnya atau
merubahnya dengan hitam.

Larangan Dan Bahaya Menyerupai Orang Kafir

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu, dia berkata :
Telah bersabda Rasulullah bersabda : “Biarkanlah jenggot kalian tumbuh dan cukurlah kumis
kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashara.”
Al Bazzar telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma secara marfu' :
“Janganlah kalian menyerupai orang-orang Ajam, biarkanlah tumbuh jenggot kalian.”
Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu dia berkata :
Telah bersabda Rasulullah bersabda : “Barangsiapa menyerupai dengan suatu kaum maka dia
termasuk golongan mereka.”
Dan riwayat Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari Rasulullah bersabda,
Nabi bersabda :
“Bukanlah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyerupai selain kami, janganlah
kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashara.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Maka bedakanlah diri dengan
mereka (yahudi dan nashara) Adalah perintah yang dikehendaki oleh pembuat syariat
(Allah).”
Penyerupaan pada dhahir akan berpengaruh/menimbulkan kasih, cinta, dan kesetiaan
dalam batin sebagaimana kecintaan dalam batin akan berpengaruh/menimbulkan
penyerupaan dalam dhahir dan ini adalah masalah yang nyata, baik secara perasaan atau
dalam praktik nyata.
Penyerupaan dengan mereka pada perkara yang tidak disyariatkan bisa jadi sampai pada
pengharaman atau termasuk dosa dari dosa-dosa besar (Al Kabair) dan terjadinya kekafiran
sesuai dengan dalil syar'iyyah.
Sungguh Al Qur'an dan As Sunnah serta ijma' telah menunjukkan perintah untuk
menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara keseluruhan.
Suatu perkara yang diduga sebagai tempat terjadinya kerusakan yang terselubung (dimana
hal tersebut) tidak ditegaskan (oleh syar'i) berarti ketetapan hukumnya dikaitkan pada
perkara di atas dan dalil tentang pengharamannya telah mengena (tidak terlepas) dari
masalah tersebut. Maka menyerupai mereka dalam bentuk dhahir merupakan penyebab
penyerupaan dalam akhlak, perbuatan-perbuatan yang tercela, bahkan sampai pada i'tiqad

(keyakinan). Sedang pengaruh dari yang demikian itu tidak ditegaskan (oleh syar'i). Dan
kerusakan itu sendiri --yang dihasilkan dari sikap penyerupaan-- terkadang hal tersebut
tidak nampak dan terkadang sulit (untuk dihindari) atau tidak mudah untuk dihilangkan.
Maka segala sesuatu yang menyebabkan pada kerusakan (fasaad), pembuat syariat (Allah
‘Azza wa Jalla) mengharamkannya.
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Umar radliyallahu 'anhu :
“Barangsiapa yang menyerupai mereka sampai meninggal (mati) dia akan dibangkitkan
bersama mereka.”
Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah  bersabda :
“Bukanlah termasuk golongan kami barang siapa yang menyerupai selain kami, janganlah
kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani. Sesungguhnya cara salamnya orang-orang
yahudi dengan isyarat jari-jemari dan cara salamnya orang-orang nashrani dengan
telapak tangan.”
Ada tambahan dari sisi Thabrani :
“Janganlah kalian mencukur jambul (rambut yang tumbuh di kepala bagian depan),
pangkaslah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian tumbuh.”
Umar radliyallahu 'anhu memberi syarat (tanda) atas orang-orang kafir dzimmah supaya
mencukur rambut yang tumbuh di kepala bagian depan untuk membedakan mereka dengan
orang-orang Muslim. Maka barangsiapa mengerjakan yang demikian itu, sungguh telah
menyerupai mereka.
Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan :
“Sesungguhnya Rasulullah b melarang dari Al Qazu', yaitu mencukur rambut di kepala
sebagian dan meninggalkannya sebagian.”
Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu :
“Tentang (mencukur rambut) kepala, cukurlah keseluruhan atau tinggalkanlah.”
(Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Mencukur rambut pada bagian belakang dari kepala (tengkuk) tidak boleh bagi orang yang
tidak mencukur rambutnya keseluruhan dan tidak ada suatu kepentingan dengan
mencukurnya itu. Karena yang demikian itu termasuk perbuatan orang-orang majusi. Dan
barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.
Telah meriwayatkan Ibnu ‘Assakir dari Umar radliyallahu 'anhu :

“Mencukur rambut pada bagian belakang kepala (tengkuk) bukan karena berbekam adalah
perbuatan majusi.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencegah untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Maka Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)
dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah : 77)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman kepada Nabi b :
“Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu,
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang dhalim.” (QS. Al
Baqarah : 145)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Mengikuti mereka pada perkara
yang mereka khususkan dari agama mereka. Dan mengikuti agama mereka berarti
mengikuti hawa nasfu mereka.”
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan bahwasanya salah seorang dari majusi datang kepada
Rasulullah , dia sungguh telah mencukur jenggotnya dan memanjangkan kumisnya. Maka
bertanya Rasulullah  pada orang tersebut, apa yang menyebabkan berbuat demikian, dia
menjawab : “Ini agama kami.” Bersabda Rasulullah  (adalah jenggot beliau penuh dari
sini sampai sini dan menunjuk tangannya pada Rasulullah ) : “Akan tetapi pada agama
kami, yaitu memangkas kumis dan membiarkan jenggot tumbuh.”
Harits bin Abi Usamah telah mengeluarkan dari Yahya bin Katsir, dia berkata : Telah datang
seorang laki-laki 'ajam ke masjid dan sungguh dia telah memanjangkan kumisnya dan
menggunting jenggotnya. Maka bersabda (bertanya) Rasulullah  pada orang tersebut :
“Apa yang membawa kamu (menyuruh kamu) atas ini?” Maka orang tersebut menjawab :
“Sesungguhnya rab (raja) saya yang memerintah saya dengan ini.” Maka Rasulullah
bersabda : “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan agar memanjangkan jenggot dan
memangkas kumis saya.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Zaid bin Habib kisahnya dua utusan kisra (kaisar), berkata
Zaid bin Habib : Telah masuk dua utusan tersebut kepada Rasulullah b dan sungguh
keduanya telah mencukur jenggot dan memelihara kumisnya, maka Rasulullah
memandang dengan benci kepada keduanya dan bersabda : “Celakalah kalian berdua.
Siapakah yang menyuruh kalian dengan ini.” Kedua orang tersebut menjawab : “Yang
memerintahkan kami adalah rab kami (yaitu kaisar).”
Maka bersabdalah Rasulullah
 :

“Akan tetapi Rabbku memerintahkan untuk memelihara jenggotku dan memotong
kumisku.”
Muslim meriwayatkan dari Jarir radliyallahu 'anhu, ia berkata :
“Adalah Rasulullah  banyak rambut jenggotnya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Umar radliyallahu 'anhu : “(Rasulullah ) itu tebal
jenggotnya.” Dan dalam suatu riwayat : “Banyak jenggotnya.” Dan dalam riwayat lain :
“Lebat jenggotnya.”
Dari Anas radliyallahu 'anhu : “Adalah Rasulullah , jenggotnya penuh dari sini sampai sini
--menunjuk dengan tangannya pada lebarnya--.”
Sebagian ahli ilmu membolehkan (memberikan keringanan) dalam masalah mengambil
(memotong) jenggot yang lebih dari genggaman dengan dasar yang dilakukan oleh Ibnu
Umar radliyallahu 'anhu1. Namun kebanyakan ulama membencinya (mengambil yang lebih
dari genggaman). Dan ini sudah jelas dengan (keterangan) yang terdahulu.
Berkata Imam Nawawi rahimahullah : “Yang terpilih yaitu membiarkan atas keadaannya,
yakni tidak memendekkan sesuatu dari jenggot secara asal.”
Al Khatib telah mengeluarkan dari Abi Said radliyallahu 'anhu bahwa : Bersabda Rasulullah
“Janganlah salah satu di antara kalian memotong dari panjang jenggotnya.”
Dalam kitab Ad Darul Mukhtar disebutkan : “Adapun memotong dari jenggot itu bukan
menggenggam sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Maghrib dan para banci dari
kaum laki-laki, maka tidak seorang pun yang membolehkannya.”
1 Hujjah ada dalam riwayat, bukan pada pendapatnya. Tidak ragu lagi bahwa sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam dan perbuatannya lebih benar dan lebih utama untuk diikuti daripada perkataan dan
perbuatan selain beliau dari manusia yang ada ini. Dengarkanlah salah satu dari kasetnya Al Allamah Al
Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani tentang bahasan ini.

Pada Diri Rasulullah Adalah Suri Tauladan Yang Baik
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)
Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7)
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berpaling daripada-Nya sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). Dan janganlah
kamu menjadi orang-orang (munafik) yang berkata : “Kami mendengarkan.” Padahal
mereka tidak mendengarkan.” (QS. Al Anfal : 20-21)
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An Nur : 63)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan dia ke dalam jahanam dan jahanam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa' : 115)
Allah ‘Azza wa Jalla memperindah para laki-laki dengan jenggot. Dan diriwayatkan termasuk
tasbihnya para Malaikat :
“Maha Suci (Allah) yang telah menghiasi orang laki-laki dengan jenggot.”
Dikatakan di dalam At Tamhid :
“Haram mencukur jenggot, tidaklah ada yang berbuat demikian (mencukur jenggot) kecuali
banci dari (kalangan) laki-laki.”
Imam Nawawi rahimahullah dan yang lain berkata :

· Jenggot adalah perhiasan laki-laki dan merupakan kesempurnaan ciptaan.
· Dengan jenggot, Allah membedakan antara laki-laki dan perempuan dan termasuk
tanda-tanda kesempurnaan, maka mencabut pada awal tumbuhnya adalah
menyerupai anak laki-laki yang belum tumbuh jenggotnya dan merupakan
kemungkaran yang besar.
Demikian juga mencukur, menggunting, atau menghilangkan dengan obat penghilang
rambut termasuk kemungkaran yang paling jelas dan kemaksiatan yang tampak
nyata, menyelisihi perintah Rasulullah serta terjerumus kepada perkara yang
Rasulullah  melarangnya.
Telah berkata dan bersaksi bahwa seorang laki-laki yang mencabut rambut di bawah
bibirnya di sisi Umar bin Abdul Aziz maka beliau menolak persaksiannya. Umar bin
Khaththab radliyallahu 'anhu dan Ibnu Abi Layla (seorang qadli di Madinah) menolak
persaksian semua orang yang mencabut jenggotnya. Berkata Abu Syamah : “Sungguh telah
terjadi pada suatu kaum yang mereka itu mencukur jenggotnya dan kejadian ini lebih parah
dari apa-apa yang terdapat pada Majusi (yang mereka itu memendekkan jenggot dan
memanjangkan kumisnya) disebabkan mereka mencukur jenggotnya.”
Ini pada jaman Abu Syamah rahimahullah, bagaimana seandainya jika beliau melihat masa
sekarang (dimana) lebih banyak orang yang melakukannya.
Apa yang menimpa mereka? Dilaknati Allah-lah mereka. Maka bagaimana mereka
berpaling?
Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan mereka mencontoh Rasul-Nya sementara mereka
menyelisihinya dan mereka bermaksiat kepadanya. Mereka mencontoh orang-orang Majusi
dan orang-orang kafir. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan mereka agar taat kepada Rasul-
Nya dan sungguh telah bersabda Rasulullah  :
أعْفُو اللِّحَى
“Peliharalah jenggot.”
Sementara mereka bermaksiat kepada Rasulullah b dan mereka bermaksud dengan
sengaja mencukur jenggotnya.
Rasulullah  memerintahkan untuk mencukur kumis, mereka memanjangkannya, mereka
melakukan yang sebaliknya. Mereka bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla secara terangterangan
dengan melakukan apa yang tidak tepat pada tempatnya.
Dan yang Allah ‘Azza wa Jalla memperindah dengannya adalah paling mulia dan indahnya
sesuatu dari manusia.
“Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap pekerjaannya yang buruk itu
baik (sama dengan orang yang tidak ditipu syaithan)? Maka sesungguhnya Allah

menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.”
(QS. Faathir : 8)
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada Engkau dari butanya hati, kotornya dosadosa,
kehinaan dunia, dan siksa akhirat.
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orangorang
pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya Allah mengetahui
kebaikan ada pada mereka tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan
jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar niscaya mereka pasti berpaling juga
sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (QS. Al Anfal : 22-
23)
Dan dalam hal ini cukuplah bagi orang yang mempunyai hati dan mendengarkan serta dia
dalam keadaan menyaksikan.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk dan
barangsiapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin
pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al Kahfi : 17)
وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

Rabu, 16 Maret 2016

FIQIH WANITA

Segala puji bagi allah yang menciptakan manusia dari jiwa yang satu yang dari allah menciptakan pasangan dan terciptalah dari keduanya keturunan laki laki dan perempuan. salam sejahtera semoga allah Azza wa jalla memberikan keridhoan kepada para sahabat dan pengikutnya.

islam datang membawa kebenaran bagi manusia secara keseluruhan dan memadamkan api kebodohan di tengah tengah mereka. islam sangat memulyakan wanita sebagai mahluk istimewa dan dengan memiliki hukum yang istimewa juga bagi mereka ketika allah memerintahkan ibadah ada ibadah di mana wanita punya ke istimewaan oleh karena itu ada namanya fiqih wanita yang di dalamnya tentang hal hukum hukum dan larangan khusus untuk wanita, sebagai contoh menstruasi merupakan hal khusus bagi wanita dan itu di atur dalam fiqih untuk wanita tentang apa yang boleh di kerjakan ketikan haid apa yang haram di kerjakan ketika haid.

ada beberapa kebiasaan kaum wanita yang merupakan fitrahnya yaitu berhias akan tetapi ada beberapa point penting di mana ada yang harus di perhatikan

hukum menyambung rambut( Hair Extension)

pada zaman modernini banyak salon salon yang menyediakan layanan untuk hair extention yaitu memanjangkan rambut secara instant atau dengan cara menyambung rambutnya mau dari rambut asli atau dari bahan sintesis 
Jumhur (mayoritas) ulama Fiqih sepakat bahwa apabila wanita menyambung rambutnya dengan menggunakan rambut asli manusia (human hair), maka hukumnya HARAM. Baik itu rambut manusia yang masih hidup atau yang sudah meninggal.
Pendapat para ulama diatas berdasar pada hadits-hadits berikut:

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung. (HR. Bukhari)


عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ عَامَ حَجَّ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَنَاوَلَ قُصَّةً مِنْ شَعَرٍ وَكَانَتْ فِى يَدَىْ حَرَسِىٍّ فَقَالَ يَا أَهْلَ

الْمَدِينَةِ أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذِهِ ، وَيَقُولُ « إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ حِينَ اتَّخَذَهَا نِسَاؤُهُم

Dari Humaid bin Abdirrahman, dia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji di atas mimbar lalu mengambil sepotong rambut yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya lantas berkata, “Wahai penduduk Madinah di manakah ulama kalian aku mendengar Nabi SAW bersabda melarang benda semisal ini dan beliau bersabda, ‘Bani Israil binasa hanyalah ketika perempuan-perempuan mereka memakai ini (yaitu menyambung rambut’).- (HR. Bukhari & Muslim).


عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ فَقَالَتْ إِنِّى أَنْكَحْتُ ابْنَتِى ثُمَّ أَصَابَهَا شَكْوَى فَتَمَرَّقَ رَأْسُهَا وَزَوْجُهَا يَسْتَحِثُّنِى بِهَا

أَفَأَصِلُ رَأْسَهَا ؟ فَسَبَّ رَسُولُ اللَّهِ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ

Dari Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahuanha bahwa ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah SAW lalu berkata, “Telah kunikahkan anak gadisku setelah itu dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya. Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung” (HR. Bukhari dan Muslim).

walllahua'lam

PACARAN MENURUT ISLAM

UNTUKMU YANG MASIH BERPACARAN

segala puji bagi allah SWT, sholawat berserta salam semoga tercurah kepada nabi muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya amma ba’du
Rasa cinta yang di miliki manusia merupakan pitrah dari Allah SWT kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati.
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,… “, (Q.S Ali¬-Imran : 14)
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah Ta’ala tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma berkata : telah bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :“Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pemikahan .
cinta sejati hanyalah milik Allah. Cinta manusia hanya akan membuatmu terluka, maka cintailah manusia karena Allah. Cinta karena Allah adalah cinta yang membuatmu semakin dekat dengan Allah, cintai seorang yang bersamanya kamu bisa merasakan manisnya iman. Ketika cinta hadir sebagai kesakitan, maka itu bukanlah cinta sejati. Karena cinta sejati hadir sebagai kebahagiaan yang indah. Carilah cinta yang bersamanya bertambah keimananmu dan memuliakan dirimu juga kehormatan dirimu. Jatuhkanlah cintamu kepada seseorang yang siap menangkapnya, jangan biarkan cintamu jatuh kepada orang yang belum siap sehingga jatuh dan pecah berkeping-kepinglah hatimu.
Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran
Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.
Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.

Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis

Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)
antaranya adalah: saling memandang, merajuk atau manja, bersentuhan (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dll), berdua-duaan, dll.
Karena unsur-unsur ini dilarang dalam agama Islam, maka tentu saja hal-hal yang di dalamnya terdapat unsur tersebut adalah dilarang. Termasuk aktifitas yang namanya PACARAN

Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a. dikatakan: “Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa kecil dari pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menentukan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti dia
lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari dan Imam
Muslim)
Dalil di atas kemudian juga diperkuat lagi oleh beberapa hadits dan ayat Al-Qur’an berikut:
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya.”
(HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah seorang laki-laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan.” (HR. Imam Ahmad)
“Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadist Hasan, Thabrani dalam Mu’jam Kabir 20/174/386)
“Demi Allah, tangan Rasulallah SAW tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) sama sekali meskipun dalam keadaan memba’iat. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” (HR. Al-Bukhari)
“Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Telah berkata Aisyah
r.a. “Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai’atnya (mengambil janji) dengan perkataaan.”
(HR. Al-Bukhari dan Ibnu
Majah).
“Wahai Ali, janganlah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak sengaja) dengan pandangan yang lain.
Karena pandangan yang pertama mubah untukmu.
Namun yang kedua adalah haram.” (HR. Abu Dawud, Ath-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani)
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan (menundukan) pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat.” (HR. Imam Ahmad)
dari hal hal yang di sebutkan di atas tentulah kita paham semua hal itu terjadi ketika berpacaran. oleh karena itu tidak ada namanya pacaran yang islami
pacaran yang indah ketika sudah halal apa yang kita perbuat setelah nikah menjadi berkah dan ibadah contoh halnya menyenangkan hati seorang istri atau sebaliknya merupakan perbuatan yang bisa mendatangkan berkah dan pahala. dan sebaik baiknya cinta adalah cinta yang karena allah

SEHAT DENGAN TAHAJUD

SEHAT DENGAN TAHAJUD

 Sebuah penelitian ilmiah, disertasi seorang dosen IAIN Jogyakarta Prof.Dr.Moh, sholeh
tentang pengaruh shalat terhadap respon daya tahan tubuh, tentu saja bukan sembarang tahajud namun yang dijalani dengan khusu, ihlas dan kontinyu. Keutamaan ibadah sholat tahajud ibadah mahdhoh yang pertama diperintahkan oleh Allah SWT adalah sholat tahjud. sebelum diwajibkanya sholat fardu lima waktu. Rosulullah telah menjalanjkan sholat tahajud sebagai ibadah wajib selama satu tahun. setelah lewat dari masa diwajibkannya ibadah tahajud beliau tidak pernah meninggalkan ibadah yang satu in sampai wafatnya. beliau pun menekankan bahwa sholat sunat yang paling utama adalah sholat tahajud. sholat tahajud di syariatkan kepada nabi Muhammad SAW setalah turun Q.S Al-Mujammil 1-19, dua bulan kemudian barulah Allah SWT mewahyukan ayat yang ke 20 yang isinya meringankan cara ibadah. apabila dicermati ada dua hal pokok yang memasgulkan hati Nabi Muhammad SAW yaitu beratnya tugas dakwah yang memerlukan kekuatan jiwa dan hebatnya rencana musuh yang dihadapi yang menyebabkan Rosulullah dirundung berbagai kecemasan, kegelisahan, kesedihan dan ketakutan. pada ayat ke 5 surat Al Muzamil, Allah SWT berfirman bahwa sesungguhnya kami akan menurukan kepadamu Qoulan Tsakila artinya perkataan yang berpengaruh, agar qoulan tsakila utuh maka ada empat perkara yang weajin dijalankan, yaitu:
  •  Dzikir 
  •  Tawakal 
  • Sabar 
  • Hijrah
Dalam ayat lain Allah SWT pengaruh sholat tahujud adalah Maqomam Mahmudah yang artinya Allah SWT akan memberikan posisi terbaik yang terpuji, posisi yang baik bukan hanya kedudukan yang tinggi, menurut Dr.Sholeh, M.Pd posisi yang baik menyangkut kesehatan. kebutuhan tubuh terhadap keseimbangan.
Ketertarikan Dr.Sholeh, M.Pd untuk meneliti sholat tahajud dilatarbelakangi karena ibadah ini tidak ditemui dalam ajaran agama lain dan juga berdasarkan pengalaman kebiasaan menjalankana sholat tahajud hingga serkarang dalam kehidupanya. dalam kondisi seperti itu Dr.Sholeh mendapatkan suatu ketenangan hidup, situasi malam hari dirasakan sangat menunjang untuk kehusuan dan ketenangan, berdasarkan teori Ia mengetahui dalam keadaan seperti ini hormon kortisol tidak akan naik,
   kortisol adalah hormon yang dikeluarkan oleh otak yang berpengaruh terhadap ketenangan seseorang, hormon kortisol yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah memunculkan ketenangan dan kehusuan. dalam istilah kedokteran disebut dengan Homeo Statis (tubuh dalam keadaan seimbang) sebaliknya dalam keadaan stress hormon kortisolnya tinggi. khusu, ikhlas tepat dan kontinyu tidak semua sholat tahajud berdampak positip bagi tubuh ada pula sebaliknya sebagian orang menjalankan sholat tahajud menjadi pegal pegal dan tidak bergairah, mata mengantuk batuk pilek dan gangguan pencernaan . 
menururut DR.Sholeh hal tersebut sangat mungkin di sebabkan tidak di barengi dengan niat yang ikhlas tidak khusu dan tidak kontinyu.
      Shalat tahajud yang di lakukan seperti itu justru akan menjadi beban subyek terpaksa gagal beradaftasi terhadap perubahan irama sikardan (irama tubuh) dalam kondisi reaksi emosional yang negatif jumlah hormon kortisol yang di keluarkan menjadi tinggi sehingga mengakibatkan stress. akibat lebih lanjutnya adalah adanya menurun daya tahan tubuh menyebabkan orang rentan terkena infeksi
     shalat tahajud yang bedampak positif terhadap kesehatan adalah sholat tahajud yang di lakukan dengan khusu ikhlas tepat dan kontinyu, khusu berarti subyek berusaha melakukan dengan penuh konsentrasi pikirannya terpusat kepada Allah SWT, Iklhlas berarti sholat tahajud di lakukan semata mata hanya untuk mendapatkan ridho AllahSWT, tepat berati gerakan sholat di lakukuan sebagaimana yang telah di contohkan rasulloh SAW dari jumlah rakaat tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit begitu pula dengan bacaanya dan rukun rukun sholatnya kontinyu berarti shalat tahajud dilakukan secara terus menerus bagi orang yang menjalankan shalat tahajud dengan syarat-syarat tersebut menurut penelitian akan dapat memperoleh akan yang positif pada kesehatannya menurut DR.sholeh hal tersebut disebabkan oleh tubuh mampu malakukan proses adaptasi dengan perubahan irama sirkadian tubuh.selanjutnya respon emosional yang positif mampu mengndalikan sekresihormonkortisol subyek akan terhindar dari stres dan mampu memperbaiki sistem daya tahan tubuh.bila sistem daya tahan tubuh baik maka subyek akan terhindar dari infeksi dan kanker
     Respon ketahanan tubuh imunologik DR.Soleh mengakui bahwa penenelitiannya hanya melihat di tingkat variable. karena keterbatasan yang di hadapi, yaitu penelitianya membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan hanya 9 variable untuk melihat pengaruh sholat tahajud dan respon tubuh imunologik variable tersebut adalah neotreofil, monosit, eosinofil, basofil, limfosit IgM, IgG, IgA, dan kortisol. DR.Sholeh mengambil sample dari santri pondok pesantren Hidayatulloh yang mempunyai program shalat tahajud selama masa pendidikan dari 49 anak, hanya 19 orang anak yang memenuhi kriteria sisanya tidak memenuhi kriteria 2 orang gagal karena sakit alergi yang di derita 8karena gagal dalam menjalankan kontinyuitas pada minggu ketiga dan 4 orang gugur minggu ke 4. pengamatan terhadap 19 orang anak santri tersebutuntuk menjawab pertanyaan apakah sholat tahajud dapat menurunkan hormon kortisol? dan apakah shalat tahajud dapat meningkatkan ketahanan tubuh imunologik. hasil penelitian membuktikan bahwa shalat tahajud dapat menerunkan pengeluaran hormon kortisol bila shalat tahajud tersebut di lakukan dengan Khusu ikhlas tepat dan kontinyu. hal itu terjadi karena terdapat proses respon emosional positif dan seterusnya yang efektif